Thursday, 16 February 2017

Patani : Zaman Kegemilangan dan Kejatuhan

Patani mencapai zaman keemasannya ketika diperintah oleh empat orang Ratu yaitu Ratu Hijau (1584-1616), Ratu Biru (1616-1624), Ratu Ungu (1624-1635) dan Ratu Kuning (1635-1651).

Patani pada zaman Ratu-ratu sangat makmur dan kaya. Kekuasaannya meluas hingga ke Kelantan dan Trengganu sehingga terkenal dengan sebutan Negeri Patani Besar. Kecuali Johor, tidak ada negeri lain di belahan timur Semenanjung Melayu yang memiliki kemakmuran dan kekuatan sehebat Patani kala itu.

Kekuatan negeri Patani tergambar dari kemampuannya mematahkan empat kali serangan kerajaan Siam pada 1603, 1632, 1634 dan 1638. Patani memiliki 3 buah meriam besar yang sangat masyhur yaitu Seri Negara, Seri PatanidanMahalela. Mampu mengerahkan 180.000 pasukan siap tempur dan diperkuat oleh sebuah benteng yang tak kalah terkenalnya yakni Benteng Raja Biru.

Sayang, masa kejayaan ini hanya bertahan 67 tahun. Ketika Ratu Kuning meninggal pada 1651, Patani mengalami proses kemerosotan secara politik, militer dan ekonomi. Patani hanya mencatat kemajuan ketika dipimpin oleh Raja Sakti I dan Raja Bahar yang mampu menyatukan Senggora (Songkla) dan Pethalung.

Pada akhir abad ke-17 ini, Patani mulai kehilangan era keemasannya. Tidak adanya peperangan dengan Siam, yang merupakan musuh tradisi bersama, sampai menjelang kejatuhannya (hampir satu abad) menyebabkan negeri Patani Besar yang tadinya bersatu (meliputi Kelantan, Trengganu, Patani Awal, Senggora dan Pethalung), perlahan-lahan mulai memisahkan diri. Perang yang terakhir yang melibatkan Patani – Siam terjadi pada 1638. Sejak tahun itu tidak ada lagi peperangan di antara kedua negara.

Kekuatan politik dan daya tarik pelabuhannya sebagai pusat dagang utama juga semakin redup, seiring dengan makin banyaknya pusat-pusat dagang yang baru seperti Johor, Malaka, Aceh, Banten dan Batavia (Jakarta).

Sebagai negara perairan, ekonomi Patani sangat tergantung pada perniagaan. Kemerosotannya pada bidang ini telah menyebabkan barometer ekonomi Patani anjlok. Maka boleh dikata, sejak awal abad ke-18, pelabuhan Patani hanya sebagai tempat persinggahan saja bukan pusat dagang dan bisnis lagi. Ditambah lagi faktor ketidakstabilan politik, perpecahan wilayah dan krisis pucuk pimpinan, maka lengkaplah Patani menjadi “Orang Sakit di Semenanjung Melayu”.
Malang bagi Patani, karena hampir bersamaan dengan kemerosotan ini, Siam, di bawah pimpinan Panglima Taksin bangkit kembali dan berhasil mengusir Burma dari seluruh negeri. Sehingga ketika Patani lengah dan lemah, Siam berhasil menaklukkannya pada 1785. Maka mulai tahun inilah, Patani berada dalam cengkeraman Siam. Bahkan pada 1909, lewat Perjanjian Bangkok antara Inggris-Siam, Patani akhirnya terserap menjadi wilayah “resmi” Siam yang kemudian merubah namanya menjadi Thailand sampai sekarang ini. 

No comments:

Post a Comment